PENGEMBANGAN NILAI-NILAI FILOSOFIS PERTUNJUKAN WAYANG GOLEK AJEN LAKON RAHWANA PEJAH KOREA BAGI PENDIDIKAN KARAKTER PANCASILA SISWA SEKOLAH DASAR BERBASIS WORDWALL (QUIZ)
DOI:
https://doi.org/10.36805/bi.v8i2.7254Keywords:
Wayang Ajen, Pendidikan Anak Sekolah Dasar, Panca CurigaAbstract
Wayang golek adalah salah satu kesenian yang adiluhung dan mempunyai berbagai falsafah baik dalam pertunjukan nya, jenis wayang nya, maupun tetekon yang harus di lakukan oleh dalang nya dalam menggarap pertunjukan wayang golek tersebut. Karena pada dasarnya pertunjukan wayang golek adalah pertunjukan yang di dalamnya terdapat silib, sindir, siloka, sasmita, dan simbol. Merupakan sebuah norma tersendiri dalam pertunjukan wayang golek Sunda, baik yang dilakukan oleh dalang secara tutur maupun secara simbol. Lima norma di atas disebut dengan Panca Curiga, yang berarti Panca sama dengan lima dan Curiga adalah waspada jadi itu semua disebut dengan lima norma yang menjadi kewaspadaan tersendiri bagi seorang dalang dalam menyampaikan pesan terhadap penontonnya. Lima norma dan tetekon di atas tentunya di gunakan juga dalam pergelaran wayang golek Ajen yang mempunyai inovasi tersendiri dalam menampilkan pertunjukan nya, di antaranya dalam model pertunjukan yang menjadi konsumsi Anak Sekolah Dasar. Penelitian ini merujuk pada landasan etik dan estetik pada pertunjukan Wayang Golek Ajen yang mengemas pertunjukan nya pada konsumsi Anak Sekolah Dasar, baik dari segi cerita, karakter wayang yang digunakan, dan lagu-lagu yang di gunakan dalam pertunjukan nya. Penelitian ini menggunakan metode campuran (R&D), dengan menggunakan teori Semiotik Roland Barthes. Wayang golek adalah sebuah seni tutur yang mempunyai norma-norma falsafah di dalamnya, hal tersebut terjadi karena seoarang dalang adalah sosok guru panggung, di mana guru panggung itu adalah guru yang tidak menggurui terhadap audiensnya secara langsung, baik dengan cara verbal maupun non verbal.