KEMISKINAN STRUKTURAL: FENOMENA DOUBLE BURDEN PADA PEMULUNG PEREMPUAN DI INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.36805/civics.v10i01.9282Abstrak
Artikel ini menjelaskan mengenai bagaimana kehidupan pemulung perempuan Indonesia dalam menghadapi fenomena double burden yang terjadi di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Batu layang. Berangkat dari teori C. Wright Mills, artikel ini membahas bagaimana kem-iskinan struktural dapat mendorong terjadinya fenomena double burden. Metode kualitatif pendekatan pendekatan fenomenologi digunakan dalam penelitian ini. Dilihat dari sejarah, pemulung perempuan merupakan masyarakat pengungsi yang melakukan migrasi ke kota pontianak dan memilih bekerja sebagai pemulung dilatarbelakangi oleh konflik etnis Madura dan melayu pada tahun 1999. Rendahnya sumber daya, tingginya tuntutan ekonomi membu-at para pemulung perempuan sulit untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera sehingga mereka memutuskan berperan ganda. Kami menemukan di antara 12 pemulung perempuan hanya ada 5 pemulung saja yang mendapatkan bantuan sosial karena tidak adanya pemer-ataan bantuan sosial dari pemerintah, sehingga mereka belum mendapatkan hak dan keadi-lan. pola pikir pemulung mengenai pentingnya pendidikan saat ini sudah mulai berubah dengan bukti adanya beberapa anak mereka yang melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Artikel ini berpendapat bahwa dukungan pemerintah berupa peningkatan sumber daya perempuan, bantuan sosial dan pendidikan sangat berpengaruh besar terhadap kesejahteraan keluarga pemulung perempuan di tengah fenomena double burden yang mereka alami.